Senin, 04 Juli 2011

KETIKA RUANG MENJADI UANG

Secara harfiah ruang dengan uang perbedaan katanya hanya pada huruf. Kalau ruang dipisahkan R-nya, kata tersebut sudah menjadi uang. Huruf R akan bermakna kata lain menjadi R-encana atau niat. Niat bersumber dari diri pribadi yang dibentuk oleh nilai-nilai, etika dan moral. Korupsi terjadi karena ada niat dan kesempatan (Adnan th). Ruang yang diniatkan menjadi uang dalam ruang pemerintah oleh pejabat sama halnya korupsi sudah direncanakan sebelum menjadi pejabat. Yang membedakannya adalah peran dan kedudukan dalam ruang pemerintah. Fasilitas ruang pemerintah berbeda antara pimpinan dan bawahan dalam ruang pimpinan dihiasi dengan aneka ragam seni yang bernilai tinggi untuk melakukan korupsi. Peran pimpinan dapat mengambil keputusan ,membuat kebijakan, mengelola kerja sama dan mengontrol bawahan dan banyak lagi yang dimiliki jabatan sebagai kepala, direktur, yang mempunyai kekuasaan yang sangat besar. Sehingga orang berharap untuk duduk dalam ruangan yang istimewa dan rahasia ini. Mencari kekayaan melalui bekerja merupakan jalan yang benar. Apa yang dikerjakan, jalan apa yang dilalui adalah persoalannya.
Perkataan waktu adalah uang merupakan pribahasa atau semangat motivasi dalam bekerja. Pribahasa ini merupakan misi orang Cina dalam berusaha, waktu adalah uang dijadikan napas dalam mereka bekerja. Terbatasnya ruang gerak dalam bidang lain, makanya mereka terkonsentrasi penuh dalam dunia dagang bahkan mendominasi perdagangan Indonesia.
Akan tetapi, dalam sudut lain misi orang Cina ini telah terkontaminasi dalam ruang pemerintah. Waktu (ruang pemerintah) yang mempunyai visi membangun masyarakat dalam segala aspek, kemudian diberi kuasa oleh rakyat untuk meningkatkan tarap hidup, mengembangkan sumber daya, memajukan perekonomian. Sebagai pengelola pengemban amanah, pelayan masyarakat Supaya bermartabat, berperadapan, berbudaya dalam menjaga kemerdekaan bangsa dan keutuhan Negara telah mereka jadikan uang.
Ruang pemerintah telah dijadikan investasi oleh pejabat publik dan pejabat politik yang bukan hak milik mereka. Dimana pemberian langsung demi keuntungan yang dibayangkan dapat diraih di masa yang akan datang, lebih dikenal dengan korupsi investif (Adnan th). Dalam merencanakan investasi ini pejabat menanamkan modalnya (membeli jabatan) kepada atasan, kemudian setelah dapat kesempatan mencari untung dan mempertahankan posisi kemudian kembali menginvestasikan ke ruang yang lebih tinggi. Prosedur yang keliru dari penyakit yang sudah menjadi kebiasaan setiap berurusan harus mengeluarkan uang.
Dalam kegersangan moral dalam ruang pemerintah, kuasa yang diamanahkan kepada mereka sudah diperjual belikan, diperdagangkan dengan produk “KKN” harga jual dan cara membelinya dalam setiap ruang berbeda-beda, ruang struktur antara pusat dengan daerah, ruang pungsional antara lembaga dengan lembaga secara intern dan eksteren. Anggaran Negara mereka jadikan mesin uang
Ketika ruang jabatan dibeli, prilaku akan dipengaruhi oleh keinginan menghasilkan uang. Seperti jabatan Bupati dan Gubenur, anggota dewanlah yang panen raya. Jabatan yang tidak didasari oleh profesional, kemampuan dan pengalaman tapi karena dikalahkan oleh nilai uang dan kepentingan akan berlaku rumus dagang, apabila modal sudah dikeluarkan dalam usaha apapun tentunya harus dapat untung. Sebaliknya keuntungan yang diperoleh bukan dari gaji atau kompensasi sebagai hak dari pekerjaannya, tetapi dari hasil penipuan. Kita bisa rasakan sebagai masyarakat yang dirugikan. Sehingga pejabat dalam menjalankan kekuasaan, penyalahgunaan wewenang sudah menjadi kebiasaan untuk memperkaya diri dan kelompoknya.
Yang sukar untuk dipahami oleh masyarakat pada umumnya adalah penataan ruang dalam hal ini birokrasi, akibat sulit dan rumitnya birokrasi masyarakat atau orang kelompok(pengusaha) yang punya kepentingan memilih jalan yang paling mudah. Kemudahan ini merupakan perangkap pejabat mendapatkan uang. Proses administrasi yang berbelit-belit kemudian masyarakat terjebak berbuat salah akhirnya membenarkan kejahatan yang dilakukan oleh pemerintah yang memiliki kekuasaan.
Mengeluarkan kebijakan hanya menguntungkan kepentingan golongan tertentu, atas kesepakatan dan kerja sama yang telah disepakati, tentunya hasilnya saling menguntungkan seperti menjalankan sebuah proyek pembagunan fisik untuk masyarakat seperti; pengadaan barang, pembuatan jalan, perehatan gedung sekolah dan bangunan yang lainnya yang tidak tepat sasaran pada kebutuhan masyarakat, karena jabatan yang makin tinggi ibarat gedung bertingkat semakin tinggi jabatan yang dijabatnya orang-orang yang berada dilantai bawah apalagi di luar gedung tidak akan kelihatan bahkan mereka tidak pernah melihat ke bawah karena dibawah hanya ada seribu satu masalah. Mereka hanya melihat keatas kesamping dan memandang langit. Dalam dunia langit ketika terang bisa hujan, dalam hujan bisa panas, saat panas tiba-tiba gerimis, petir dan kabut muncul dalam waktunya, tidak ada yang pasti layaknya sebuah jabatan. Walaupun hukum tidak bisa mengalahkan mereka namun alam akan bersikap lain. Semakin jauh pemerintah dari rakyatnya maka ia makin kurang efektif dan semakin kurang mendapat kepercayaan. Ungkapan Malvin J Vrofsky ini adalah sebuah realita di Negara ini dimana kepercayaan dan kejujuran hanya ada di langit.
Prilaku jabatan semacan ini akan dipertahankan selam mungkin karena sudah merasakan kenikmatan dan untuk bisa bertahan harus melibatkan orang lain terutama bawahan untuk mendukung dan melakukan bersama-sama menghianati kepercayaan masyarakat dalam menikmati hasil curian dari anggaran Negara secara rahasia atau terang-terangan seperti; pengadan alat kantor, membuat catatan palsu atau laporan palsu sebagai pertanggung jawaban kerjanya, perjalan dinas. Kemudian bossnya membuat ruang bagi bawahan yang ingin naik pangkat dan jabatan tentunya harus menyediakan upeti kepada boss.
Manajemen membagi jabatan ke dalam tiga tingkatan dalam sebua ruang; pertama, tingkatan yang diduduki oleh pempinan sebagai penentu kebijakan. Kedua, tingkatan menengah sebagai pengawas kebijakan yang diputuskan dan yang ketiga tingkatan paling bawah sebagai menjalankan kebijakan. Kalau setiap tingkatan dapat upeti apa yang didapat untuk masyarakat, kapan masyarakaat menikmati jalan tanpa lobang, keadilan pembangungan, pendidikan yang bermutu, pelayanan yang baik, pasilitas yang lengkap dan sampai kapan masyarakat dirugikan serta sampai kapan menanggung hutang kejahatan.
Kejahatan korupsi ini janganlah menjadi kebiasaan yang biasa mendapat toleransi dari masyarakat, apalagi menjadi legalitas dalam pemerintahan. Kita harus sadar dan mulai menghimpun gerakan dalam satu barisan melawan kejahatan korupsi sehingga masyarakat mempunyai pejabat yang jujur, mulia dalam bertutur jangan tunggu sampai dikubur. 

(K U R N I A)

RADIO PERJUANGAN RIMBA RAYA

Saat itu sangat kritis……………………………
Pada tanggal 19 Desember 1948, Ibukota Republik Indonesia Yogyakarta, dikuasai Belanda. Radio Republik Indonesia yang mengumandangkan suara Indonesia merdeka ke seluruh dunia, tiada lagi mengudara. Radio Belanda Hilversum, secara lantang menyiarkan bahwa Republik Indonesia sudah hancur. Sebagian dunia mempercayai berita itu
Pada saat demikian gentingnya suasana, tanggal 20 Desember 1948 malam, RRR (Radio Rimba Raya) mengudara menembus angkasa memberitakan bahwa Republik Indonesia yang berdasarkan PANCASILA masih ada, dan Revolusi 1945 masih tetap menyala.
Tanggal 19 Desember 1948, Gubernur Militer Aceh, Langkat dan Tanah Karo dalam sidang Dewan Pertahanan Daerah, antara lain memutuskan, tanggal 20 Desember 1948 pemancar RADIO yang kemudian dinamakan Radio Rimba Raya harus telah mengudara.
Tanah Aceh, DAERAH MODAL REPUBLIK INDONESIA, dalam menghadapi segala peristiwa yang terjadi, mempersiapkan diri mendatangkan sebuah pemancar yang kuat dari luar negeri.
Di Ronga-Ronga inilah, akhirnya setelah mengalami proses perjalanan panjang Radio Rimba Raya bermukim, dan tanggal 20 Desember 1948 secara berkala mulai mengudara.
Wilayah Takengon tak luput dari perjuangan di “udara” tersebut, salah satu stasiun radio yang ikut memperjuangkan dan memberikan pendidikan kepada rakyat tentang nasionalisme adalah radio Rimba Raya. Rimba Raya (Rime Raya) adalah sebuah daerah yang terdapat di Takengon Aceh tengah, 62 km dari Bireuen menuju Takengon (masa itu masih hutan belantara) dijadikan tempat pemancar atau bekumandangnya suara di udara, berupa radio. Radio merupakan salah satu sarana yang sangat penting yang harus dimiliki dalam rangka perjuangan pada masa itu. Melalui radio ini orang dapat mengetahui keadaan dan perkembangan yang terjadi. Atau juga dapat mengkoordinasikan kelompok-kelompok yang membentuk jaringan langsung dalam suatu masyarakat. Dengan adanya radio ini telah dapat memberikan berbagai informasi bagi penggalangan persatuan serta membangkitkan semangat bagi para pejuang dalam mempertahankan Aceh Akhususnya dan Indonesia umumnya.
Alasan kuat menempatkan pemancar radio di Rime Raya yng dibeli dengan darah dan nyawa, berada di tengah hutan, meski sesungguhnya telah ada jalan raya yang menghubungkan Takengon (Aceh Tengah) dengan daerah-daerah pesisir, agar tidak tercium oleh Belanda. Penyiarannya pun menggunakan Signal-Calling Sumatera, di bawah pimpinan Kolonel Husen Yusuf dan Abdullah Arif sebagai pembaca berita, khususny berita dan pesan-pesan revolusi ke seluruh pelosok tanah air dan luar negeri seperti terdengar di Penang, Singapura, dan Kuala Lumpur.
Dari segi politis, program siaran yang mengudara untuk meng-counter suara radio Belanda yang dipancarkan dari Medan dan Sabang, yang setiap malam melakukan ‘psy war’ (perang urat saraf) terhadap bangsa jajahannya. Rime Raya merupakan tempat pemancar radio terakhir setelah berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain, mulai dari Kutaraja (Banda Aceh), Krueng Simpo-Biruen, Cot Gue (8 km dari selatan Banda Aceh), Burni Bius (20 Desember 1948, Ronga-ronga, tapi kemudian dipindahkan ke Rime Raya (Rimba Raya).
Kehadiran Radio Rimba Raya telah banyak membantu program perang gerilya (perlawanan rakyat semesta), karena saat situasi yang kritis ia berhasil memonitor dan menghubungkan poros Aceh-Sudarsono di India-Palar di PBB-PDRI di Suliki, dan Aceh-Radio gerilya Surakarta.
Keberadaan radio Rimba Raya sebagai radio siaran Gerilya mampu mengirim dan menerima berita (messege) Radiogram, yang membantu PDRI dapat secara terus menerus mengikuti siaran mengenai perkembangan yang terjadi di dunia Internasional melalui radio siaran luar negeri, seperti BBC, ABC, radio siaran Singapura dan malaya (sekarang Malaysia)
Fungsi radio Rime Raya antara lain untuk menggalang kekuatan bangsa, saling memberi dan menerima informasi, alat perang yang strategis, mengorbakan dan membangkitkan semangat perjuangan rakyat Aceh dan bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan.
Peranan Radio Perjuangan “Rimba Raya” di Takengon, (sekarang berada dalam Kabupaten Bener Meriah) sebagai satu-satunya media komunikasi massa yang menjebati RI-dengan luar negeri di masa-masa sulit, terutama di masa pemerintahan PDRI tahun 1948 setelah agresi ke II sampai menjelang Perundingan KMB di Den Haag.
Tugas radio “Perjuangan “Rimba Raya” ini berhasil menerobos Blokade militer Belanda di laut, Darat dan udara dengan menyampaikan pesan-pesan ketua PDRI ke perwakilan RI di New Delhi dan di PBB (Palar – Maramis), dan sebaliknya. Serta menyampaikan pesan-pesan PDRI ke Sumatera Utara dan Pulau Jawa dan Sebaliknya.
Radio “Rimba Raya” juga berhasil memantau “serangan Fajar” Pada tanggal 1 Maret 1949. Di samping itu radio ini juga setiap malam menyampaikan pesan-pesan khusus untuk pejuang di Front Medan Area.
Atas dasar fakta perjuangan Radio Rimba Raya yang memiliki peran sangat besar terhadap melahirkan dan menyelamatkan Indonesia dari penjajah, sangat diperlukan kajian ilmiah berupa seminar untuk membangun semangat mentalitas berbangsa dan bernegara
(K U R N I A)

perang sastra gayo

tamur jemen I mersah kala
imesjed toa gegedem kulit lemu
tengku guru teraweh ke rencana
jege mata inget museltu
mokot di enge inantin tingir male teridah
ulen simulie ken pemberkah
suci ni ulen lagu lahir ni ujang bersih
lagu kertas putih berilah
dele bang die tingkah laku si salah
jejari sepuluh kumu kusemah
maaf lahir batin ri putih ni ate ineti kire
muselkat wan selpah buge alam ibadah
iterime tuhen
gak gerikan seiu ni waih
mupitun singkih songkoten ni asam
ta kadang ara laingku libih
kuharap lulih enti ara dendam
buge sawah pasa sebulen
mutamah imen aposmi dosa
rayu rom goda bugemi tehen
ipeneimen penamahni pahla
dirgayo ulen pasa
mubaris kintis rempak serentak
gere kaul rom kucak
pete simurege kin anak ni gegasak
suai lang tenar ni sintak
sil mugagak kin kisah kin siti nurbaya
bersullihen rum kala ni tuhen
keti buet semperne akhere
ara dawat kesemat si mokot enge mutete
lemo ni payah asal tauhi uren
empas sikebes gintes mugenter umuk-umuken
terih bang die aku rapuh ruwie sitejem
jarang di keramil kukalewi ari biren
lemak ni iken wan delah murasa
ate pepelune si gere bejenta
dele umpama I gayo asleli
gelah bang tebang bebeles kati pulih nahma
hana keta beda ni mampat rom belangi
keta kelagu noya gere lape ne atengku bg
ke kula kase berlangkah ni lamung
ni mersah lengkio kase bawal mumire
sembalike mien keta lengkap turah empah
ken pengebes ni awah berampam I umang
cucut kase gere ne cupe
kurasa ni nge agih-agihe
harapan gere semelah rum sengkerat
tum ni lepat turah ku ulung si berayul
engih keno gayo engih kene jewe
lagu lekat kurang semperne
gelah ku berjimet mulo buku iuke
kati mutamah le urum semperne
hadis ni nabi sareh bang iuke
gelah mununung perintah enti mu ulu kie
sawah kese rukun bilang ne lime
keta oya umet ku kene mayo kuserge
ado ine lagu tingir awah ni munyerakne
tape nyanya di kurasa awal bang
tesana bang iperam
ayohwiw kene beberu
saluwahe kene bubujang
uren rintik nge magik serlah kucak-lucak
sime olok di cacak
mulimak I berawang kekanak muniri
luding sinting wah diemun nemah basah
seger mera sawah rum kuyu gegebe
mutamah mien rum serlah lagu betenah
sawah tibe-tibe keti muberkat rum
mupaedah lagu bengi ni emun selkat
ikelpah sepuluh pumu salam kusemah
rum ate lillah maaf ku pinte
ari takengen langkah mutentu
niet munuju teluk kelitu
bier lut tawar mugelumang pitu
turah we kukayuh luge ken beliuh ni perau
mungkin cerak ara musembilu
semah rinu munatangen pumu
buge enti rusak ate lembayu

BAHASA GAYO ADALAH BAHASA PURBA

Bahasa merupakan simbol budaya yang mengandung makna, menjadi alat komunikasi atau sarana transpormasi pikirian atau gagasan budaya bagi sesamanya. Bahasa juga menceritakan ruang dan waktu.
Bahasa sebagai simbol budaya yang pertama; berwujud ide, gagasan nilai-nilai norma dan peraturan yangl sifatnya abstrak. Lokasinya ada dalam alam pikiran dimana budaya yang bersangkutan itu hidup dalam masyarakat yang disebut tata kelakuan atau adat istiadat wujud kedua; adalah sistem sosial yang terdiri dari aktifitas manusia yang berintrasksi, berhubungan dan bergaul yang mengikuti pola tata kelakukan yang bersifat kongkrit terjadi sehari-hari.wujud ketiga; adalah karya total dari hasil fisik dari aktivitas perbuatan yang sifatnya paling kongrit yang dapat diraba.
Merger mengatakan bahwa “Bahasa yang digunakan merupakan pencerminan pandangan dunianya sendiri” dengan kata lain bahasa menyebebkan kita memandang realitas social dan lingkungan dengan cara tertentu. Kebudayaan merupakan produk mahluk yang berbahasa. Kebudayaan tidak tumbuh pada hewan karena mahluk itu tidak mengenal bahasa. Manusia bukanlah merupakan gejala supernatural, bukan pula sebuah gejala natural, melainkan merupakan gejala cultural yang terjadi berdasarkan bahasanya. Manusia menstrukturkan lingkunganan realitas social berdasarkan bahasa yang digunakannya. Bahasa dengan persepsi membentuk pandangan dunia manusia. Keadaan ini berhubungan dengan orientasi ruang yang melingkungi manusia sehingga membentuk unit mikroprilaku manusia dalam ruang, antara lain terlihat dari system bahasa (sebagai cerminan system berfikir) dan beberapa wujud prilaku manusia lainnya dalam sentting lingkungannya.
Etnik gayo terbagi atas beberapa sub kelompok yaitu sub kelompok gayo lut, gayo deret, gayo Luwes, Serbajadi dan Kalul. Lingkungan alam berupa hutan belantara dan tanpa prasarana komunikasi telah memisahkan sub-sub kelompok ini dalam jangka waktu yang relatif lama. Disamping itu unsur pengaruh luar yang berbeda yang mereka terima memungkinkan timbulnya variasi bahasa. Bahasa gayo memiliki dua dealek. Pertama dialek gayo lut, yang terbagi dalam tiga sub dialek yaitu sub dialek bukit, Cik dan Deret. Kedua, dialek gayo luwes yang terbagi dalam sub dialek Serbejadi, tampur, dan lukup (tamiang).
Suatu penelitian tentang pemencaran atau pemisahan bahasa Nusantara Barat merupakan satu kelompok bahasa purba selain bahasa Gayo yaitu; bahasa Aceh,melayu, Batak Karo, , Sunda, Sasak, dan Tagalog. Pemencaran atau pemisahan bahasa Gayo dengan bahasa Aceh pada tahun 1515 S.M dengan jangka kesalahan 423 tahun. Bahasa Gayo dengan bahasa Karo berpisah justru dalam waktu yang lebih baru yaitu 609 S.M dengan jangka kesalahan 340 tahun (Kridalaksana, 1964 : 319 – 352). Dengan demikian perpisahan dengan bahasa Aceh dilihat dari penelitian ini sudah terjadi kira-kira 3.500 tahun yang lalu, sedangkan dengan bahasa Karo kira-kira 2.500 tahun yang lalu.
Pengaruh bahasa luar yang paling besar adalah bahasa Indonesia. Karena bahasa Indonesia mempunyai kaitan dengan bahasa Melayu. Dari hasil penelitian bahasa Gayo terdapat 41% persamaan dengan bahasa Melayu, dengan bahasa Karo 46% persamaannya sedangkan dengan bahasa Aceh 35% (Kridalaksana, 1964 : 336 )
Bahasa Gayo yang terlogong bahasa purba ini terancam punah karena orang gayo sendiri engan mengunakan bahasa gayo menjadi media komunikasi di lingkungan masyarakat. Bahasa gayo yang merupakan bahasa ibu di tinggalkan dengan alasan paragidma pendidikan pormal. Dalam dua-tiga decade terkahir ada kecenderungan pada sebahagian besar orang tua di Gayo mendorong anak-anaknya mengunakan bahasa Indonesia dengan alasan supaya agar anaknya itu tidak mengalami kesulitan ketika masuk sekolah ( M.Junus Melalatoa, 2003 : 41). Selain itu kontak antar budaya membawa perubahan didalam dinamika kebudayaan. Budaya barat dianggap lebih unggul sehingga nilia-nilai dan norma yang berlaku dari budaya asli ditinggalkan dan memakai paragidma barat dalam perilaku dan tingkalaku bermasyarakat. Ketika budaya kehilangan simbol bahasa akan terlantar yang kemudian kehilangan jatidiri dan identitas sebagai urang Gayo. Menurut pakar linguist ( ahli bahasa) bahwa 10 bahasa mati di dunia setiap tahun. Bahasa yang mati itu adalah bahasa yang jumlah penuturnya relative kecil di bawah 100 ribu jiwa
( M.Junus Melalatoa). Bagaimana dengan nasip bahasa Gayo bila dilihat realita sekarang ini?.
Sedangkan Urang Gayo ada di muka bumi ini adalah kehedendak sang Illahi Firman Allah SWT. Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. ( surat Al Hujaraat ayat 12).

Keberadaan Gayo adalah rahmat dan nikmat dari Allah SWT namun ketika Urang Gayo sudah tidak lagi berbahasa Gayo perlahan-lahan simbol budaya hilang satu persatu, indentitas menjadi luntur dan jatiri diri berubah menjadi kabur, berarti kita selaku urang Gayo tidak mensyukuri nikmat yang diberikan kepada kita. Semoga kasih sayang Allah mampu menyelamatkan Urang Gayo dari penghianatan budaya.
(Kurnia)

SEJARAH KERAWANG GAYO DAN PERKEMBANGANNYA

Sejarah umat manusia pernah memlalui dua jaman paleolitikum dan neoletikum. Pada jaman paleotikum dan awal Neoletikum manusia mulai mengenal dan membuat benda-benda atau peralatan dari tanah liat atau tembikar. Pada masa itu kelompok-kelompok manusianya telah menetap dan melakukan kegiatan pertanian atau hortikultura. Di luar Indonesia tembikar tertua ditemukan berusia sekitar 6500 SM (Haryono, T dan Priyanti Pakan, 1991 : 216-217). Di Gayo sendiri telah berkembang kepandaian membuat tembikar yang berbentuk bermacam-macam wadah seperti keni (Keni) labu (sejenis kendi dengan ukuran yang lebih kecil), wadah menyerupai baskom (buke), tempat mengabil air dan menyimpan air (buyung), periuk, belanga dan lain-lain. Tembikar pada masa bercocok tanam di Indonesia ada yang polos yang berhias. Seperti tembikar di Indonesia lainnya, teknik hiasan tembikar Gayo ada yang menunjukan Teknik Gores (incided), teknik tekan (impressed) dan teknik dengan cairan berwarna. Motif hiasannya umumnya motif geometrik, plora dan pauna. Wadah-wadah itu masih dibuat orang Gayo semapai sekarang tahun 40-an. Pembuatan tembikar berangsur-angsur terhenti karena masuknya wadah-wadah teknologi baru dengan fungsi yang sama. Adapun yang belum jelas, kapan orang gayo mulai mengembangkan kepandaian membuat tembikar itu; yang keseluruhannya untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Mereka juga memakainya dalam rangka upacara perkawinan sebagai salah satu unsur tempah, yang mirip dengan mas kawin.

Sehubungan dengan masa lalu orang gayo itu, ada orang yang mencoba menganalis hasil ragam hias kerawang. Meskipun pendekatan ini tidak dipelajari secara mendalam, raga hias kerawang digayo ini terpahat pada bagian-bahagian tertentu dari rumah; berupa dari lambang-lambang bahagian tubuh dari binatang, yang mengingatkan pada pada jaman batu muda (neolitik). Lambang-lambang itu sebagai selain hiasan, juga terkait pada sistem kepercayaan mereka, seni hias yang semakin berkembang, terlihat pada ukiran-ukiran geometris yang ada pada dinding atau tangga rumah. Selanjutnya pengaruh islam membendung mereka untuk membuat patung-patung, yang diangap bertentang dengan norma agama yang mereka anut (Harun, 1962 : 8 – 11). Sehubungan dengan ragam hias ini, sebenarnya ada ragam corak hias yang dikenal dan hidup dalam kehidupan masyarakat Gayo. Ragam hias ini terwujud pada barang anyaman seperti tikar, bermacam-macam wadah yang dianyam minsalnya apa yang disebut tape, sentong, bebalun. Semua ini merupakan benda upacara. Ada pula ragam hias pada tembikar dengan berbagai motif dan nama-nama hiasan seperti : kekukut, memayang, kekuyang, gegenit, tapak tikus, dan lain-lain. Ragam hias itu juga terdapat pada pakaian dengan motif dan nama sendiri pula. Nama-nama hiasan itu pada umumnya diambil dari nama unsur tubuh binatang, seperti telapak kaki tikus , kaki lipan disamping gejala alam minsalnya awan berarak (emun berangkat) semua itu tentu mengandung pesan budaya sehubungan dengan kehidupan mereka dimasa lalu. 

Pertama sekali ukiran kerawang ditemukan pada ornamen umah pitu ruang ( rumah adat suku Gayo sehingga memperindah nilai bentuk umah pitu ruang itu sendiri. Sedangkan umah pitu ruang itu sendiri adalah mahar atau permintaan dari seorang putri dari kerajaan Johor yang dipinang oleh Adi Genali raja Linge Pertama pada abad ke 10. bangunan umah pitu ruang sangat erat kaitannya dengan ukiran kerawang sehingga mengandung nilai-nilai filsafat dalam kehidupan masyarakat. Angka pitu ruang (tujuh ruang) merupakan pondasi iman dalam kehidupan yang memhubungkan manusia dengan Allah SWT. Ruang pertama diidentik dengan Alqur’an, ruang kedua merupakan hadist, ruang ketika adalah izja, ruang keempat adalah kias, ruang kelima adalah edet, ruang ke enam adalah resam dan ruang ketujuh adalah atur. Dengan arti lain pitu ruang merupakan konsep pertikal antara manusia dengan Allah. Sedangkan kerawang merupakan Konsep horizontal antara sesama manusia edet, resam dan atur merupakan konsep horizontal antara sesama manusia. Sedangkan hasil refleksi manusia dengan alam melahirkan sebuah budaya yang terangkum dalam kehidupan kebudayaan manusia. Salah satunya adalah kerawang. Nama atau bentuk ukiran kerawang adalah ornamen alam yang menjadi simbul dan identitas dari mansyarakat yang lahir dari karsa dan cipta manusia itu sendiri.
Filosopi kehidupan orang gayo direpleksikan kepada ukiran kerawang yang menjadi adat dan budaya bagi orang gayo itu sendiri. Kerawang adalah hasil cipta karsa dari manusia yang menjadi nilai estetika dalam prilaku kehidupan yang kemudian menjadi budaya. Sedangkan budaya itu sendiri adalah hasil refleksi manusia dengan alam. Bahkan motif kerawang tercermin pada resam peraturan negeri Linge yaitu sarak opat. Filosopi kehidupan yang tercermin dalam motif kerawang yaitu:
  • Sarak opat ; reje museket sipet (raja yang adil ) petue musidik sasat ( cendikiawan yang memiliki ilmu pengetahuan dan wawasan yang luas) imem muperlu sunet (iman memahami betul antara yang haram dan halal, yang wajib dan sunat ) rakyat genap mupakat (segala persoalan maysrakat diselesaikan dengan musyawarah)
  •  Embun berangkat ; beluh sara loloten mewen sara tamunen (sebuah kebersamaan dan kerja sama        dalam persatuan dalam membangun negeri)
  •  Pucuk rebung : Kuatas mupucuk lemi kutuyuh mujantan tegep ( peningkatan kualitas manusia ddengan pondasi iman )
  •  Puter tali ; ratif musara nanguk nyawa musara peluk ( sebuah ikatan kekeluargaan dan kebersamaan dalam menyelesaikan masalah harus bersama-sama)
Ukiran kerawang yang ada pada umah pitu ruang adalah pase pertama keberadaan kerawang selanjutnya ukiran kerawang berkebang kepada gerabah dan kendi, kemudian berkembang pada tembikar. Dan sekarang dengan perkembangan teknologi menjadikan kerawang sebagai industri rumah tangga. Berbasis ekonomi rakyat. Namun perkembangan kerawang sebagai usaha kerajinan banyak mengalami kendala dari dalam dan dari luar. Untuk membangkitkan potensi ekonomi berbasiskan budaya sangat diperlukan pengkajian yang lebih mendalam salah satunya adalah menciptakan alternatif-alternatif dengan pendekatan teknologi agar kerawang sesuai dengan kehendak pasar dan kebutuhan masyarakat Gayo sendiri. Serta sangat diperlukan perhatian pemerintah dengan komitmen yang terarah dan terprogram dalam membina kerajinan kerawang sebagai potensi daerah. 

( Kurnia)

Minggu, 03 Juli 2011

KORUPSI BAGAIKAN ASAP ROKOK

Merokok adalah kebiasaan buruk karena dapat merusak kesehatan bahkan orang yang di sekitarnya yang tidak merokok dapat terkena imbasnya. Kenikmatan merokok memang mengasikkan, dalam kesepian rokok dapat dijadikan teman. Namun apabila dilakukan dalam sebuah ruangan (institusi) dampaknya akan menjadi lain suasananya. kita akan melihat hisapan rokok semakin dalam dihisap akan semakin nikmat dan semakin besar kumpulan asap yang keluar dari mulut mengepul di atas. kumpulan asap itulah korupsi.
Kita hanya bisa melihat, merasakan tapi susah untuk dipepang. Sebuah kondisi lembaga-lembaga Negara di Indonesia dewasa ini. Beliau-beliau berdasi ini tahu korupsi itu adalah kejahatan dan perbuatan yang tidak benar bila ditinjau dari aspek apapun, namun mereka hanya memampang peringatan yang terpampang di atas pintu masuk sebuah ruangan (peraturan). Dengan kekuatan sebuah negosiasi peraturan hanya sebuah pajangan yang mengandung kemunafikan dalam sebuah sumpah.
Kebiasaan yang dilakukan dalam sebuah ruangan (birokrasi) sering mempermainkan waktu dari yang memdesak menjadi tidak penting kalau persoalannya bisa dipersulit untuk apa di permudah demikian sebaliknya, banyak kesepakatan-kesepakatan timbul dari kebiasaan yang terbiasa mereka lakukan bagaimana peran dan kedudukan di posisikan sebagai produk yang diperjual belikan mungkin kita tidak mau membeli namun barang yang kita dapatkan harus dibeli dengan harga kebohongan. Seorang perokok bukan hanya membeli baru bisa merokok, adakalanya diminta dan diberikan oleh orang lain sesama perokok. Ketika mereka bertemu peluang merokok besar sekali dan apabila bungkusnya sudah dibuka, perlahan-lahan batang demi batang akan habis terisap yang tinggal hanya kumpulan asap. Kita hanya mampu melihat bagaimana asap mengotori dinding ruangan, mungkin tampa terasa kita akan menghirup asap kotor yang dikeluarkan oleh mulut-mulut kekuasaan tanpa mampu bertindak.
Berbicara tentang asap harus pula ditelusuri dari mana sumbernya. Asap, bara api yang mengeluarkannya tentunya datangnya dari batang rokok, tampa dinyalakan mustahil rokok bisa dihisap artinya adanya sebuah sarana(kesempatan) adanya suatu suasana (keinginan) dalam melakukannya bisa bersama-sama dengan rekan, kolega, saudara bahkan lawan ketika rokok sudah diletakan di atas meja dengan merek yang sama atau berbeda. Namun dampaknya tetap merusak, kalaulah merusak diri sendiri merupakan sebuah resiko akan tetapi dapat merusak orang disekitarnya yang ikut menghirup tanpa menghisap dan menganggu suasana dan sarana orang yang duduk di meja lain yang tidak merokok bahkan ruangan yang lebih luas (Negara)
Dalam ruang (pemerintah) bungkus rokok merupakan lembaga institusi, batangnya adalah jabatan kekuasaan yang di-perjualbeli-kan, merek ibaratkan bidang yang dikerjakan, api tawaran yang mengiurkan, bara adalah kinerja, mulut adalah pelakunya. Sepakatkah kita melihat Negara ini diletakan di tempat sampah layaknya bungkus rokok yang jelas tidak dihargai oleh Negara lain dengan merek “Negara sampah”
Kalaulah memang bangsa kita punya budaya merokok (korupsi) bagaimana kelangsungan sebuah Negara karena memiliki pemimpin punya mulut berbau busuk.Birokrasi yang mempermainkan pelayanan terhadap public, peraturan dijadikan dagangan, institusi dijadikan pasar mampukah menciptakan peradapan sedangkan rakyatnya miskin pemerintahnya kaya. Dimana pertanggung jawaban dan kenapa pertanggung jawaban selalu menjadi bahagian akhir sandiwara kekuasaan, apa sebenarnya yang mereka lakukan, kenapa kesalahan selalu dihiasai dalam retorika kata-kata palsu
Mengisap rokok tentunya berbeda-beda cara mereka lakukan yang paling berbahaya adalah rokok rakitan (mafia korupsi). Mereka punya jaringan di setiap lini ruangan pemerintah. Bandar korupsi bertebaran dimana-mana pada tingkat pusat sampai tingkat daerah walaupun tanpa sruktur mafia korupsi ini hidup dengan suburnya kita bisa melihat kemewahan dan kesombongan yang mereka perlihatkan kepada kondisi kemiskinan. Sebagai distributor terbesar tentunya ada di tingkat pusat bentuk jual beli produk rokok dengan cara “ mark up, proyek fiktif, laporan palsu dan fee proyek serta banyak lagi cara-cara kotor lainnya. Sebagai penegak hukum polisi, jaksa dan pengadilan serta pengacara sebagai pembeli, pejabat pemerintahan sebagai penjual dan politisi sebagai Bandar menjalin hubungan M”o”U (memotong Ongkos usaha) atau A”b”T ( anggaran Biaya tanda tangan) kerja sama berdasarkan kesepakatan, namun tidak wajar. Paling nyata kita lihat pada Anggaran Pemborosan Belanja Negara (APBN) pada ruang pusat dan Anggaran Pemborosan Belanja Daerah (APBD) pada ruang daerah tingkat I dan tingkat II
Budaya yang tidak wajar ini diciptakan dan dipermainkan oleh pemilik kekuasaan apakah suatu kelaziman dan akan diwariskan kepada generasi muda bagaimana cara mendapatkan kuasa harus dengan mengeluarkan uang dan ketika berkuasa juga harus mendapatkan uang, inikah hakekat dari kekuasaan? akan tetapi dalam sudut pandang lain Budaya merokok hanya pemborosan yang merugikan diri sendiri dan keluarga, namun budaya korupsi merupakan pemborosan uang Negara. Budaya bangsa yang satu ini layakkah disebut sebagai karya seni yang kita benarkan kalau jawabannya ragu-ragu. Adakah kekuatan yang dapat diandalkan melarang orang menghisap rokok saat mereka nyalakan langsung kita matikannya. Kenapa keberadaan sebuah hukum dan peraturan dihianati dari ketentuan yang kita buat adakah ke-kurangsempurna-an dalam pembuatannya, besarkah pro kontranya, ahlikah yang merumuskan kalau sempurna, kanapa tidak mujarab. Dan satu hal lagi hukum dan peraturan untuk siapa dibuat, apakah memang dibedakan undang-undang mencuri (korupsi kecil) dengan undang-undang berbohong (korupsi besar) hukumannya. Kenapa ketaatan pada hukum kalah dengan ketakutan pada kemiskinan, dan apakah menjadi kaya harus melakukan korupsi sedangkan hukum ketika diletakan diatas meja sudah menjadi milik umum. Mengapa moral tidak mampu bersikap tegas, sudah hilangkah budaya malu dimana nilai-nilai prilaku kebenaran sebagai batasan berbuat dikandaskan oleh nafsu. Adakah yang membangkitkan dari kematian semu. Kenapa tatanan social tercabik oleh kekuatan materi kekuasaan menjadi tuhan kekuatan dijadikan senjata memporak porandakan intraksi social dan kenapa harus pesimis dengan kepercayaan. Kenapa amanah tidak dapat membentuk manusia yang jujur dan bersikap adil. Mengapa amanah dikelola dengan seenaknya, apakah iman hanya ada di ruang (sarana ibadah). Kenapa kita bisa kehilangan pedoman dalam satu ruang berbangsa dan bernegara. Kenapa kebijakan berpihak kepada kepentingan tertentu, sedangkan yang memberikan mandah diam. Adakah system politik yang mampu menemukan pemimpin dalam setiap ruang, betul-betul sebagai panutan dan membangun kejayaan ruangnya masing-masing. Adakah system rekrut pegawai yang berkualitas sehingga masuknya sampah keluarnya juga pasti sampah begitu pepatah manajemen berbicara.
Atau kita kaya dengan sampah rokok. Saran saya marilah kita buang sampah pada tempatnya.

Oleh : (K U R N I A)