Senin, 04 Juli 2011

KETIKA RUANG MENJADI UANG

Secara harfiah ruang dengan uang perbedaan katanya hanya pada huruf. Kalau ruang dipisahkan R-nya, kata tersebut sudah menjadi uang. Huruf R akan bermakna kata lain menjadi R-encana atau niat. Niat bersumber dari diri pribadi yang dibentuk oleh nilai-nilai, etika dan moral. Korupsi terjadi karena ada niat dan kesempatan (Adnan th). Ruang yang diniatkan menjadi uang dalam ruang pemerintah oleh pejabat sama halnya korupsi sudah direncanakan sebelum menjadi pejabat. Yang membedakannya adalah peran dan kedudukan dalam ruang pemerintah. Fasilitas ruang pemerintah berbeda antara pimpinan dan bawahan dalam ruang pimpinan dihiasi dengan aneka ragam seni yang bernilai tinggi untuk melakukan korupsi. Peran pimpinan dapat mengambil keputusan ,membuat kebijakan, mengelola kerja sama dan mengontrol bawahan dan banyak lagi yang dimiliki jabatan sebagai kepala, direktur, yang mempunyai kekuasaan yang sangat besar. Sehingga orang berharap untuk duduk dalam ruangan yang istimewa dan rahasia ini. Mencari kekayaan melalui bekerja merupakan jalan yang benar. Apa yang dikerjakan, jalan apa yang dilalui adalah persoalannya.
Perkataan waktu adalah uang merupakan pribahasa atau semangat motivasi dalam bekerja. Pribahasa ini merupakan misi orang Cina dalam berusaha, waktu adalah uang dijadikan napas dalam mereka bekerja. Terbatasnya ruang gerak dalam bidang lain, makanya mereka terkonsentrasi penuh dalam dunia dagang bahkan mendominasi perdagangan Indonesia.
Akan tetapi, dalam sudut lain misi orang Cina ini telah terkontaminasi dalam ruang pemerintah. Waktu (ruang pemerintah) yang mempunyai visi membangun masyarakat dalam segala aspek, kemudian diberi kuasa oleh rakyat untuk meningkatkan tarap hidup, mengembangkan sumber daya, memajukan perekonomian. Sebagai pengelola pengemban amanah, pelayan masyarakat Supaya bermartabat, berperadapan, berbudaya dalam menjaga kemerdekaan bangsa dan keutuhan Negara telah mereka jadikan uang.
Ruang pemerintah telah dijadikan investasi oleh pejabat publik dan pejabat politik yang bukan hak milik mereka. Dimana pemberian langsung demi keuntungan yang dibayangkan dapat diraih di masa yang akan datang, lebih dikenal dengan korupsi investif (Adnan th). Dalam merencanakan investasi ini pejabat menanamkan modalnya (membeli jabatan) kepada atasan, kemudian setelah dapat kesempatan mencari untung dan mempertahankan posisi kemudian kembali menginvestasikan ke ruang yang lebih tinggi. Prosedur yang keliru dari penyakit yang sudah menjadi kebiasaan setiap berurusan harus mengeluarkan uang.
Dalam kegersangan moral dalam ruang pemerintah, kuasa yang diamanahkan kepada mereka sudah diperjual belikan, diperdagangkan dengan produk “KKN” harga jual dan cara membelinya dalam setiap ruang berbeda-beda, ruang struktur antara pusat dengan daerah, ruang pungsional antara lembaga dengan lembaga secara intern dan eksteren. Anggaran Negara mereka jadikan mesin uang
Ketika ruang jabatan dibeli, prilaku akan dipengaruhi oleh keinginan menghasilkan uang. Seperti jabatan Bupati dan Gubenur, anggota dewanlah yang panen raya. Jabatan yang tidak didasari oleh profesional, kemampuan dan pengalaman tapi karena dikalahkan oleh nilai uang dan kepentingan akan berlaku rumus dagang, apabila modal sudah dikeluarkan dalam usaha apapun tentunya harus dapat untung. Sebaliknya keuntungan yang diperoleh bukan dari gaji atau kompensasi sebagai hak dari pekerjaannya, tetapi dari hasil penipuan. Kita bisa rasakan sebagai masyarakat yang dirugikan. Sehingga pejabat dalam menjalankan kekuasaan, penyalahgunaan wewenang sudah menjadi kebiasaan untuk memperkaya diri dan kelompoknya.
Yang sukar untuk dipahami oleh masyarakat pada umumnya adalah penataan ruang dalam hal ini birokrasi, akibat sulit dan rumitnya birokrasi masyarakat atau orang kelompok(pengusaha) yang punya kepentingan memilih jalan yang paling mudah. Kemudahan ini merupakan perangkap pejabat mendapatkan uang. Proses administrasi yang berbelit-belit kemudian masyarakat terjebak berbuat salah akhirnya membenarkan kejahatan yang dilakukan oleh pemerintah yang memiliki kekuasaan.
Mengeluarkan kebijakan hanya menguntungkan kepentingan golongan tertentu, atas kesepakatan dan kerja sama yang telah disepakati, tentunya hasilnya saling menguntungkan seperti menjalankan sebuah proyek pembagunan fisik untuk masyarakat seperti; pengadaan barang, pembuatan jalan, perehatan gedung sekolah dan bangunan yang lainnya yang tidak tepat sasaran pada kebutuhan masyarakat, karena jabatan yang makin tinggi ibarat gedung bertingkat semakin tinggi jabatan yang dijabatnya orang-orang yang berada dilantai bawah apalagi di luar gedung tidak akan kelihatan bahkan mereka tidak pernah melihat ke bawah karena dibawah hanya ada seribu satu masalah. Mereka hanya melihat keatas kesamping dan memandang langit. Dalam dunia langit ketika terang bisa hujan, dalam hujan bisa panas, saat panas tiba-tiba gerimis, petir dan kabut muncul dalam waktunya, tidak ada yang pasti layaknya sebuah jabatan. Walaupun hukum tidak bisa mengalahkan mereka namun alam akan bersikap lain. Semakin jauh pemerintah dari rakyatnya maka ia makin kurang efektif dan semakin kurang mendapat kepercayaan. Ungkapan Malvin J Vrofsky ini adalah sebuah realita di Negara ini dimana kepercayaan dan kejujuran hanya ada di langit.
Prilaku jabatan semacan ini akan dipertahankan selam mungkin karena sudah merasakan kenikmatan dan untuk bisa bertahan harus melibatkan orang lain terutama bawahan untuk mendukung dan melakukan bersama-sama menghianati kepercayaan masyarakat dalam menikmati hasil curian dari anggaran Negara secara rahasia atau terang-terangan seperti; pengadan alat kantor, membuat catatan palsu atau laporan palsu sebagai pertanggung jawaban kerjanya, perjalan dinas. Kemudian bossnya membuat ruang bagi bawahan yang ingin naik pangkat dan jabatan tentunya harus menyediakan upeti kepada boss.
Manajemen membagi jabatan ke dalam tiga tingkatan dalam sebua ruang; pertama, tingkatan yang diduduki oleh pempinan sebagai penentu kebijakan. Kedua, tingkatan menengah sebagai pengawas kebijakan yang diputuskan dan yang ketiga tingkatan paling bawah sebagai menjalankan kebijakan. Kalau setiap tingkatan dapat upeti apa yang didapat untuk masyarakat, kapan masyarakaat menikmati jalan tanpa lobang, keadilan pembangungan, pendidikan yang bermutu, pelayanan yang baik, pasilitas yang lengkap dan sampai kapan masyarakat dirugikan serta sampai kapan menanggung hutang kejahatan.
Kejahatan korupsi ini janganlah menjadi kebiasaan yang biasa mendapat toleransi dari masyarakat, apalagi menjadi legalitas dalam pemerintahan. Kita harus sadar dan mulai menghimpun gerakan dalam satu barisan melawan kejahatan korupsi sehingga masyarakat mempunyai pejabat yang jujur, mulia dalam bertutur jangan tunggu sampai dikubur. 

(K U R N I A)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar